10.14203/beritabiologi.v20i1.3991
P-ISSN 0126-1754
E-ISSN 2337-8751
KOMPOSISI PENYUSUN HUTAN DI STASIUN PENELITIAN
LALUT BIRAI, TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG,
KALIMANTAN UTARA
[Composition and Structure of Forest in Lalut Birai Research Station,
Kayan Mentarang National Park, North Kalimantan ]
Bayu Arief Pratama*, Ismail Apandi, Sutikno, Supardi Jakalalana, Muhammad Syarifudin
Hidayatullah, dan Tika Dewi Atikah *
Pusat Riset Biologi – BRIN
Jl. Raya Jakarta – Bogor Km. 46 Cibinong Science Center, West Java, 16911
Email: bayu011@brin.go.id, bayuariefpratama@yahoo.com
ABSTRACT
Kayan Mentarang National Park is one of the largest conservation areas in Kalimantan, located in Malinau Regency and Nunukan
Regency, North Kalimantan Province. The area`s diverse topography also affects forest types, habitat conditions, and species distribution
in this area. The composition and structure of forest stands were observed using six plots (30 × 30 m). Trees with DBH ≥ 4.8 cm were
measured. The soil sample was analyzed for carbon (C) and nitrogen (N). The sample was also measured for soil pH. The elevation was
also recorded. In total, 578 individuals were recorded consisted of 85 species from 37 families, Parashorea smythiesii and Dryobalanops
oblongifolia as the dominant species. The diversity index ranged from 1.95−3.08 and the evenness index was 0.63−0.89. The size
distribution shows that small trees are dominant and decrease gradually in large trees, indicating a good regeneration process.
The influence of environmental factors on plant distribution showed that soil pH, elevation, and nitrogen content were determining factors
for species distribution. D. oblongifolia prefers habitats with low soil carbon content at high elevation and P. smythiesii is distributed at
soil pH that tends to be very acidic with high nitrogen content. Meanwhile, Lithocarpus pusillus, Quercus argentata, and Baccaurea
sumatrana are distributed in habitats with relatively low nitrogen content and low acidity soil.
Keywords: Kayan Mentarang, forest composition, forest structure, and size distribution.
ABSTRAK
Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) merupakan salah satu kawasan konservasi terluas di Kalimantan yang terletak di Kabupaten
Malinau dan Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Topografi kawasan yang cukup beragam turut berpengaruh terhadap tipe
hutan, kondisi habitat, dan distribusi jenis di kawasan ini. Komposisi dan struktur tegakan hutan diamati dengan menggunakan enam petak
ukur 30 × 30 m. Pengukuran dilakukan pada semua tegakan dengan diameter setinggi dada ≥ 4,8 cm. Analisa karbon (C), nitrogen (N),
dan pengukuran pH tanah dilakukan pada contoh tanah dari petak ukur. Informasi elevasi juga dicatat. Hasil pengamatan mencatat 578
individu yang terdiri dari 85 jenis dari 37 suku, dengan Parashorea smythiesii dan Dryobalanops oblongifolia merupakan jenis dominan.
Nilai indeks keanekaragaman berkisar 1,95−3,08 dan indeks kemerataan 0,63−0,89. Frekuensi distribusi didominasi oleh kelas diameter
kecil dan menurun secara bertahap pada kelas diameter besar, yang menunjukkan proses regenerasi baik. Pengamatan pengaruh
lingkungan terhadap distribusi tumbuhan menunjukkan bahwa pH, elevasi, dan kandungan nitrogen tanah menjadi faktor penentu. D.
oblongifolia menyenangi habitat dengan kandungan karbon tanah yang cukup rendah pada elevasi tinggi dan P. smythiesii terdistribusi
pada pH tanah cenderung sangat masam dan kandungan nitrogen tanah tinggi. Sementara itu, Lithocarpus pusillus, Quercus argentata,
dan Baccaurea sumatrana menyenangi habitat dengan kandungan nitrogen yang cukup rendah dengan kadar kemasaman yang rendah.
Kata Kunci: Kayan Mentarang, komposisi, struktur, dan distribusi.
PENDAHULUAN
Kalimantan merupakan salah satu pulau
terbesar di Indonesia, sekitar 50,1 % dari total luas
pulau merupakan kawasan berhutan (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2019). Luasan
tersebut merupakan kawasan hutan yang tersisa
akibat aktivitas manusia pada dekade sebelumnya
(Ruchiat, 2001; Simbolon, 2004; Sodhi et al.,
2010). Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM)
merupakan salah satu kawasan konservasi terluas di
Kalimantan yang terletak di Kabupaten Malinau
dan Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan
Utara. Kawasan ini awalnya ditetapkan sebagai
cagar alam oleh Pemerintah pada tahun 1980
melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 847/
Kpts/Um/II/1980. Selanjutnya, Cagar Alam Kayan
Mentarang berubah status menjadi Taman Nasional
melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 631/
Kpts-II/1996 tanggal 7 Oktober 1996 dengan luas
sekitar 1.360.500 ha. Pada tahun 2014, dilakukan
penataan batas kawasan TNKM sesuai dengan
Keputusan Menteri Kehutanan dan
Lingkungan
Hidup
Nomor
4787/Menhut-VII/KUH/2014
tanggal 26 Juni 2014, yang menetapkan Kawasan
Taman Nasional Kayan Mentarang seluas
1.271.696,56 ha. Topografi pada kawasan ini cukup
bervariasi dengan kondisi habitat bervariasi pula,
yang berpengaruh terhadap adanya tipe-tipe hutan
dan distribusi jenis tumbuhan.
Dalam rangka pengembangannya telah
dilakukan penelitian mengenai keragaman flora dan
fauna yang sangat penting sebagai dasar penentuan
*Kontributor Utama
*Diterima: 2 Juli 2021 - Diperbaiki: 13 September 2021 - Disetujui: 17 September 2021
1
Berita Biologi 20(3) - Desember 2021
pengelolaan kawasan taman nasional. Hasil
penelitian terdahulu melaporkan bahwa kawasan ini
memiliki keanekaragaman jenis tinggi dengan
beberapa diantaranya Anisophyllea ismaillii,
Hypobathrum
rheophyticum,
Hypobathrum
subulatum, dan Ixora farinose, merupakan jenis
endemik (Pratama et al., 2017). Selain itu, di dalam
kawasan ini terdapat perairan yang merupakan
habitat
bagi
Nematabramis
steindachneri
(Haryono, 2002). Ditemukan 17 jenis tumbuhan
yang berguna sebagai obat malaria (Leaman et al.,
1995), dan 90 jenis Araceae di SPTN 1 Long
Bawan TNKM (Lestari et al., 2017). Lebih lanjut,
ditemukan pula 79 jenis mamalia, 240 jenis burung,
33 jenis katak, 36 jenis ular, 10 jenis kura-kura dan
22 jenis kadal pada kawasan ini (Wulffraat et al.,
2005). Penelitian terdahulu juga mengidentifikasi
1060 individu pohon yang berasal dari 235 jenis,
121 marga, dan 41 suku serta Dipterocarpaceae
merupakan suku yang mendominasi (Yusuf, 2005),
sedangkan di sepanjang sungai Nggeng, tercatat
741 individu (total bidang dasar 55,72 m2) dari 106
jenis, 53 marga dan 29 suku (Purwaningsih, 2009).
Pada kawasan taman nasional terdapat kawasan
tanah ulen (hutan adat) masyarakat setempat di
Laut Birai. Kawasan ini tidak diperuntukkan
sebagai lahan berladang, kecuali untuk berburu
pada waktu tertentu. Dengan demikian kawasan ini
dan hutan di sekitarnya relatif lebih terjaga
kelestariannya. Namun, hingga saat ini informasi
terkait keanekaragaman jenis dan informasi
ekosistem terkini pada kawasan tersebut masih
sangat terbatas. Karena itu penelitian difokuskan
pada kawasan tersebut yang dikenal sebagai Stasiun
Penelitian Hutan Tropis Lalut Birai. Penelitian ini
bertujuan untuk mengamati kondisi komposisi dan
struktur tegakan hutan di TNKM terkini dan
melihat pengaruh lingkungan terhadap kelimpahan
jenis tumbuhan. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan informasi bagi stakeholder
terkait pengelolaan TNKM di masa yang akan
datang.
BAHAN DAN CARA KERJA
Lokasi penelitian
Taman Nasional Kayan Mentarang secara
geografis terletak pada 20°08’48,12”−40°07’38,94”
LU dan 114°48’38,90”−115° 54’ 06,27” BT yang
terbagi menjadi tiga seksi pengelolaan. Penelitian
dilakukan di wilayah Seksi Pengelolaan Taman
Nasional (SPTN) wilayah II tepatnya pada Resort
Apauping. Resort ini memiliki luas 246.420,24 ha
yang terbagi dalam lima zonasi, yaitu zona inti
(930,03 ha), zona rimba (65.787,90 ha), zona
pemanfaatan (95.871,30 ha), zona tradisional
(36.113,08 ha), dan zona khusus (47.692,18 ha).
Lokasi penelitian berada di Stasiun Penelitian
Hutan Tropis Laut Birai berada di dalam wilayah
2
hutan adat atau tanah ulen yang merupakan bagian
dari wilayah TNKM (Balai Taman Nasional Kayan
Mentarang, 2020; Wulffraat et al., 2005). Empat
petak (E1, E2, E3, dan E4) pencuplikan data berada
di dalam kawasan TNKM, sedangkan 2 petak (E5
dan E6) berada pada lokasi perbatasan antara
TNKM dan Desa Long Alango yg merupakan areal
hutan suksesi sekunder (bekas ladang berpindah)
(Gambar 1).
Metode
Data vegetasi dan lingkungan
Pencuplikan data dilakukan dengan pembuatan
petak berukuran 30 × 30 m (Gambar 2) sebanyak
enam petak (Tabel 1). Pengamatan tegakan
penyusun ekosistem dilakukan selama 16 hari.
Seluruh tegakan di dalam setiap petak dengan
diameter ≥ 4.8 cm, diamati dan diukur diameter
setinggi dada (dbh) pada ketinggian 1,3 m di
atas permukaan tanah. Pada jenis tegakan yang
memiliki banir hingga lebih dari 1,3 m, dbh diukur
10 cm di atas banir. Spesimen voucher diambil
untuk keperluan identifikasi tiap jenis dalam petak.
Selain itu, parameter lingkungan seperti elevasi,
suhu udara, dan kelembaban relatif diukur dan
dicatat dalam lembar data lapangan. Pengambilan
contoh tanah juga dilakukan (Gambar 2) untuk
keperluan analisis tanah yaitu unsur hara (C dan N)
dan pH tanah yang dilakukan di laboratorium.
Gambar 2. Sketsa petak pengamatan. Tanda silang
adalah lokasi pengambilan sampel
tanah, garis hitam adalah batas petak
dan subpetak, garis biru adalah ilustrasi kontur. (Sketch of observation plot.
Red cross markers are soil sampling
location, black line is border of observation plot, thin blue line is contour
illustration).
Artikel Penelitian
Bayu et al. – Komposisi Penyusun Hutan di Taman Nasional Kayan Mentarang
Gambar 1. Peta lokasi penelitian. Peta dibuat berdasarkan peta tutupan lahan KLHK 2015, DEMNas BIG, dan
data rekam GPS lapangan. (Map of study sites. Map based on MoF land cover map 2015, National DEM from BIG and data recorded from GPS Handheld devices).
Tabel 1. Letak geografis petak pengamatan (Geographic position of observation plots).
No.
Kode
Petak /
Plot
1
E1
2° 54' 00.00" LU
115° 47' 24.00" BT
1166 m
2
E2
2° 54' 00.00" LU
115° 48' 00.00" BT
957 m
3
E3
2° 52' 33.42" LU
115° 49' 16.54" BT
389 m
4
E4
2° 52' 31.72" LU
115° 49' 15.16" BT
391 m
5
E5
2° 54' 53.29" LU
115° 50' 33.53" BT
484 m
6
E6
2° 54' 49.84" LU
115° 50' 25.92" BT
556 m
Garis Lintang /
Latitude
Analisis data
Seluruh data yang terkumpul kemudian
dianalisis dengan menggunakan standar analisis
vegetasi yang baku (Mueller-Dombois dan
Ellenberg, 1974) (Persamaan 1−8), Indeks
Garis Bujur /
Longitude
Elevasi /
Elevation
keanekaragaman (Persamaan (9)) (Shannon, 1948)
dan Indeks kemerataan jenis (Persamaan (10))
(Pielou, 1966).
3
Berita Biologi 20(3) - Desember 2021
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Dengan D adalah diameter dalam satuan
meter, H’ adalah indeks keanekaragaman jenis
Shannon-Wiener, ni adalah jumlah individu jenis-i,
dan N adalah total jumlah individu seluruh jenis.
Sedangkan J’ adalah indeks kemerataan jenis
Pielou, S adalah jumlah seluruh jenis. Nilai H’ < 1,
keanekaragaman jenis termasuk rendah, nilai 1 ≤
H’ < 3, keanekaragaman jenis termasuk sedang,
nilai H’ ≥ 3, keanekaragaman jenis termasuk tinggi
(Fachrul, 2006). Sedangkan nilai J’ berkisar 0−1,
jika nilai mendekati 0 menunjukan tingkat
kemerataan spesies tumbuhan pada komunitas
tersebut sangat tidak merata, sedangkan jika
nilainya mendekati 1 maka hampir seluruh spesies
yang ada mempunyai kelimpahan yang sama
(Magurran, 1988).
4
Analisis asosiasi dilakukan menggunakan tabel
kontingensi (Tabel 2). Analisis asosiasi hanya
dilakukan terhadap jenis dengan nilai penting ≥ 10.
Asosiasi adalah suatu tipe komunitas yang khas,
ditemukan dengan kondisi yang sama dan berulang
di beberapa lokasi (Kurniawan et al., 2008).
Analisis asosiasi menggunakan hasil perhitungan
khi-kuadrat (chi-square) untuk menentukan
kecenderungan asosiasi antar jenis. Perhitungan ini
menggunakan Persamaan (11).
Artikel Penelitian
Bayu et al. – Komposisi Penyusun Hutan di Taman Nasional Kayan Mentarang
Tabel 2. Kontingensi antara dua jenis (Jenis I dan Jenis II) (Contingency between two species (Species I and
Species II)).
Jenis II / Species II
Jenis I / Species
I
Ditemukan /
Found
Tidak Ditemukan / Not
Found
Total
Ditemukan / Found
a
b
a+b
Tidak Ditemukan / Not Found
c
d
c+d
a+c
b+d
N=a+b+c+d
Total
(11)
(12)
(13)
Notasi X2c adalah nilai khi-kuadrat hitung, a
adalah jumlah petak yang memiliki jenis I dan jenis
II, b adalah jumlah petak ditemukan hanya jenis I, c
merupakan jumlah petak dimana hanya jenis II
yang ditemukan, dan d adalah jumlah petak yang
kedua jenis tidak ditemukan. E(a) adalah tingkat
kekuatan asosiasi dan OI adalah indeks Ochiai.
Hasil perhitungan ini kemudian dibandingkan
dengan nilai khi-kuadrat tabel (X2t) dengan derajat
bebas satu (db = 1), pada tingkat kepercayaan 99%
dan 95%. Jika X2c < dari X2t, hal ini menunjukkan
tidak ada asosiasi diantara kedua spesies, demikian
pula sebaliknya. Selanjutnya, tingkat kekuatan
asosiasi dihitung dengan menggunakan Persamaan
(12). Nilai indeks Ochiai diperoleh dari Persamaan
(13).
Redundancy Analysis (RDA) parsial dan
analisis klaster Dissimilarity Indices for
Community Ecology dilakukan untuk melihat faktor
lingkungan yang menentukan kelimpahan jenis
tumbuhan berdasarkan kelimpahan individu masing
-masing jenis. Analisis RDA dan klaster
menggunakan data kelimpahan pada masingmasing jenis yang diperoleh dan diubah kedalam
bentuk matriks. Hal yang serupa juga dilakukan
pada data hasil analisis tanah. Kandungan unsur
hara makro (C dan N), pH tanah, dan elevasi petak
pengamatan digunakan sebagai parameter habitat
yang mempengaruhi pertumbuhan suatu jenis.
Analisis RDA dan klaster dilakukan dengan
bantuan piranti lunak R (R Core Team, 2020)
dengan paket aplikasi Vegan (Oksanen et al., 2019)
dan paket aplikasi ggplot2 (Wickham, 2016) untuk
menyajikan hasil dalam bentuk grafik.
HASIL
Komposisi Tegakan Penyusun Hutan
Berdasarkan hasil inventarisasi tegakan,
tercatat 578 individu dari keseluruhan petak
pengamatan yang terdiri dari 86 jenis dari 37 suku
(Gambar 3, Lampiran 1). Gambar 3a menunjukkan
bahwa jumlah individu terbanyak adalah suku
Dipterocarpaceae. Tegakan dipterokarpa yang
ditemukan berasal dari tiga marga, yakni
Dryobalanops, Parashorea dan Shorea. Jenis
dominan yang ditemukan adalah Parashorea
smythiesii Wyatt-Sm. ex P.S.Ashton (83 individu,
LBD 4,11 m2) dan Dryobalanops oblongifolia
Dyer (58 individu, LBD 4,79 m2), walaupun jenis
dipterokarpa tidak ditemukan pada petak E5 dan
5
Berita Biologi 20(3) - Desember 2021
E6. Suku dengan kelimpahan jenis terbanyak
adalah suku Phyllanthaceae yang memiliki
sembilan jenis (42 individu, LBD 0,38 m2).
Adapun Fagaceae, Rubiaceae, dan Lauraceae,
masing-masing enam jenis (Gambar 3b).
Distribusi diameter pohon pada masing-masing
petak menunjukkan proporsi jumlah individu per
kelas diameter yang bervariasi dan umumnya
didominasi oleh individu dengan ukuran diameter
kecil meskipun dijumpai pula pohon-pohon
berukuran besar (Gambar 4), terutama pada petak
E1, E3, dan E4. Menurut masyarakat setempat,
petak E5 dan E6 merupakan bekas perladangan
yang saat ini dalam proses suksesi sehingga jarang
ditemukan pohon berukuran besar.
Gambar 3. Jumlah individu pada setiap suku (a) dan jumlah jenis pada setiap suku (b) (Number of individuals from each family (a) and number of species from each family (b)).
Gambar 4. Distribusi diameter dan jumlah individu pada Petak E1 (a), Petak E2 (b), Petak E3 (c), Petak E4
(d), Petak E5 (e), dan Petak E6 (f). (Diameter distribution and number of individuals in Plot E1
(a), Plot E2 (b), Plot E3 (c), Plot E4 (d), Plot E5 (e), and Plot E6 (f)).
6
Artikel Penelitian
Bayu et al. – Komposisi Penyusun Hutan di Taman Nasional Kayan Mentarang
Keanekaragaman flora pada petak pengamatan
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis
menggunakan Persamaan (1) menunjukkan kondisi
komunitas hutan yang stabil dan tidak terdapat
gangguan ekologi. Nilai H’ bervariasi dari 1,95
hingga 3,08. Demikian pula dengan nilai indeks
kemerataan (J), nilai indeks ini bervariasi antara
0,63−0,89. Nilai J yang diperoleh juga
menunjukkan kondisi keanekaragaman jenis yang
sangat stabil (Tabel 3).
Berkaitan dengan komposisi tegakan penyusun,
diketahui jenis dominan adalah P. smythiesii,
diikuti oleh Dryobalanops oblongifolia dan
Lithocarpus pusillus (Tabel 4, Lampiran 1). P.
smythiesii merupakan jenis dengan nilai penting
dan kerapatan individu tertinggi, namun jenis
dengan nilai luas bidang dasar tertinggi adalah D.
oblongifolia
Tabel 3. Nilai indeks keanekaragaman (H’) dan indeks kemerataan jenis (J’) (Diversity index (H’) and Evenness index (J’)).
Jumlah Jenis / Number of species
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener / Shannon-Wiener Diversity
index (H')
Indeks Kemerataan Jenis Pielou / Pielou’s Evenness index (J’)
E1
Kode Petak / Plot
E2
E3
E4
E5
E6
22
1,95
33
3,08
21
2,07
22
2,41
23
2,70
30
2,87
0,63
0,89
0,68
0,78
0,85
0,86
Tabel 4. Lima jenis dengan nilai penting tertinggi. (Five species with high important value).
Luas
Bidang
Dasar /
Basal Area
(m²)
Jumlah
Individu /
Number of
individu
Kerapatan /
Density
(Individu/
ha)
Parashorea smythiesii Wyatt-Sm. ex P.S.Ashton
83
153,70
2
Dryobalanops oblongifolia Dyer
58
107,41
4,79
34,26
3
Lithocarpus pusillus Soepadmo
50
92,59
1,90
20,45
No.
1
Jenis / Species
4,11
INP /
Important
Value
35,35
4
Dacryodes rugosa (Blume) H.J.Lam
30
55,56
1,37
13,78
5
Quercus argentata Korth.
22
40,74
0,93
10,94
Asosiasi diantara jenis penyusun tegakan
Studi terkait asosiasi dilakukan pada lima jenis
dengan nilai penting ≥ 10 dan ditemukan adanya
asosiasi yang positif antara Lithocarpus pusillus
dan Quercus argentata. Hubungan ini diperkuat
dengan hasil indeks Ochiai mencapai 1. Sementara
itu, asosiasi negatif terjadi antara D. oblongifolia
dan L. pusillus, serta antara D. oblongifolia dan Q.
argentata (Nilai indeks Ochiai = 0), sedangkan
asosiasi antar jenis lainnya tidak signifikan (th)
(Tabel 5).
7
Berita Biologi 20(3) - Desember 2021
Tabel 5. Asosiasi pada jenis dengan nilai penting lebih besar dari sepuluh. (Species association with important value greater than ten).
Nama Jenis / Species Name
Parashorea smythiesii dan Dryobalanops oblongifolia
Parashorea smythiesii dan Lithocarpus pusillus
Parashorea smythiesii dan Dacryodes rugosa
Calculated
Chi-square
E(a)
Asosiasi /
Association
1,50
0,67
th
0,00
1,33
th
0,71
1,00
th
0,82
0,71
X2c /
1,50
3,00
Indeks
Ochiai /
Ochiai
Index
Parashorea smythiesii dan Quercus argentata
1,50
1,33
th
Dryobalanops oblongifolia dan Lithocarpus pusillus
6,00
1,33
-
0,00
Dryobalanops oblongifolia dan Dacryodes rugosa
3,00
1,00
th
0,00
Dryobalanops oblongifolia dan Quercus argentata
6,00
1,33
-
0,00
0,87
Lithocarpus pusillus dan Dacryodes rugosa
3,00
2,00
th
Lithocarpus pusillus dan Quercus argentata
6,00
2,67
+
1,00
2,00
th
0,87
Dacryodes rugosa dan Quercus argentata
3,00
Keterangan: Nilai pada kolom asosiasi memiliki arti berasosiasi positif (+), berasosiasi negatif (-), dan tidak dihitung (th). (“+” means
positive association, “-” means negative association, and “th” means not calculated).
Analisis ordinasi
Analisis ordinasi dilakukan untuk mengamati
distribusi jenis terhadap gradien lingkungannya.
Analisis Redundancy (RDA) menunjukkan tiga
kelompok
utama
berdasarkan
parameter
lingkungan. Beberapa jenis hanya ditemukan pada
petak tertentu (Gambar 5), hal ini disebabkan
kondisi habitat yang cukup berbeda antara petak
pengamatan. Petak E1 dan E2 cenderung berbeda
jika dibandingkan dengan petak lainnya (Gambar
6).
Gambar 5. Ordinasi petak pengamatan, jenis, dan parameter habitat (a), dendogram klaster berdasarkan similiarity distance pada petak
pengamatan (b), nama jenis disingkat menggunakan empat huruf awal marga dan empat huruf awal spesies (Ordination
plot among plots, species name, and habitat parameters (a), cluster dendogram of similiarity distance among plots (b), the
species name is abbreviated using the first four letters of the genus and the first four letters of the species).
8
Artikel Penelitian
Bayu et al. – Komposisi Penyusun Hutan di Taman Nasional Kayan Mentarang
PEMBAHASAN
Komposisi dan struktur hutan secara umum
Jumlah jenis pohon yang ditemukan pada
lokasi penelitian ini tergolong tinggi jika
dibandingkan Seharusnya: dengan penelitian
sebelumnya pada tahun 2009, ditemukan 106 jenis
pada luasan 2 ha (Purwaningsih, 2009) dan 235
jenis dalam 2,24 ha (Yusuf, 2005). Hal ini dapat
disebabkan oleh penempatan petak dalam kondisi
yang lebih beragam jika dibandingkan penelitian
sebelumnya yang berada di sepanjang sungai
dengan kondisi lapisan permukaan tanah yang tipis
dan cenderung berbatu. Penelitian lainnya hanya
berfokus pada areal di perbukitan (Yusuf, 2005).
Secara umum, komposisi jenis yang paling
sering
ditemukan
berasal
dari
suku
Dipterocarpaceae (Gambar 3, Lampiran 1) dengan
P. smythiesii merupakan jenis yang paling banyak
ditemui dan diikuti oleh D. oblongifolia. Hal yang
sama dilaporkan oleh (Wulffraat et al., 2005)
bahwa di kawasan ini didominasi suku
Dipterocarpaceae. Penelitian terdahulu mencatat
bahwa di sekitar sungai Nggeng Larut Birai, suku
Dipterocarpaceae merupakan suku yang paling
banyak anggotanya dengan jenis Parashorea
parvifolia dan Saraca hulletii merupakan jenis yang
melimpah yaitu 16,7% dari seluruh pohon
(Purwaningsih, 2009). Selain itu, persebaran kelas
diameter pohon terwakili pada berbagai kelas
diameter. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini
masih tetap terjaga dan terpelihara meskipun
terdapat pemanfaatan oleh masyarakat sekitar. Suku
Dipterocarpaceae umumnya mendominasi hutan
dataran rendah yang belum terganggu dan sebagian
besar vegetasi hutan primer di Kalimantan
(Purwaningsih, 2004). Penetapan lokasi penelitian
sebagai hutan adat, tana ulen, dan secara turun
temurun masyarakat memegang teguh kearifan
lokal dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan
telah menjadikan kondisi hutan tetap terjaga utuh.
Oleh karena itu, pengelolaan TNKM dilakukan
secara kolaboratif dan menjadi model taman
nasional kolaboratif pertama di Indonesia (MIL,
2010).
Gambar 7. Perbandingan jumlah spesies per hektar antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
(Number of species per hectare between this study and previous study).
Distribusi kelas diameter pada lokasi penelitian
menunjukkan hutan tropik yang dinamis dengan
indikasi populasi yang stabil dan regenerasi yang
baik (Goncalves et al., 2017). Kurva J terbalik
menunjukkan struktur populasi dimana kelas
diameter terkecil cenderung memiliki jumlah
individu yang lebih tinggi, jumlah ini menurun
bertahap pada kelas diameter yg lebih besar.
Analisis
indeks
Shannon-Winner
(H’)
menunjukkan keanekaragaman jenis di lokasi
penelitian dalam kisaran normal yaitu berkisar 1,5
sampai 3,5 (Ortiz-Burgos, 2016). Keanekaragaman
9
Berita Biologi 20(3) - Desember 2021
jenis paling tinggi pada petak E2. Indeks
kemerataan jenis antar petak cukup tinggi kecuali
E1 dan E3 yang mengindikasikan adanya batasan
lingkungan.
Asosiasi Jenis Penyusun Tegakan
Hasil analisis asosiasi menunjukkan sebagian
besar jenis yang dianalisis tidak memiliki asosiasi.
Jenis D. oblongifolia membentuk asosiasi negatif
dengan jenis L. pusillus dan Q. argentata. Hal ini
menunjukkan
tidak
ditemukannya
jenis
D. oblongifolia dengan kedua jenis lainnya dalam
petak yang sama, sehingga tidak terjadi interaksi
diantara jenis D. oblongifolia dan jenis L. pusillus,
serta Q. argentata. Perbedaan elevasi antara petak
ukur menjadi salah satu faktor pembatas dalam
persebaran jenis tersebut. Jenis D. oblongifolia
ditemukan dominan hanya pada petak E1 dan E2,
sedangkan L. pusillus dan Q. argentata merupakan
jenis yang ditemukan pada petak E3, E4, E5, dan
E6. Jenis ini dominan pada petak E5 dan E6
sehingga terbentuk asosiasi positif. Terbentuknya
asosiasi positif menunjukkan terbentuknya toleransi
dan kemampuan saling beradaptasi antara kedua
jenis tersebut. Hal ini didukung oleh nilai indeks
yang mencapai 1, sehingga peluang terbentuknya
persaingan antar kedua jenis cukup rendah.
Interaksi Jenis dan Lingkungannya
Hasil analisis ordinasi dan klaster yang
dilakukan membagi kondisi habitat dalam tiga
kelompok, yaitu petak E1 dan E2 (kelompok 1),
petak E3 dan E4 (kelompok 2), dan petak E5 dan
E6 (kelompok 3). Kondisi pH tanah, elevasi, dan
kandungan nitrogen dalam tanah menjadi faktor
penentu perbedaan yg utama. Hasil analisis ordinasi
menunjukkan D. oblongifolia menyenangi kondisi
habitat dengan kandungan karbon tanah yang cukup
rendah dan elevasi tinggi yang terakomodir dengan
kondisi habitat pada petak E1 dan Petak E2.
Kondisi ini juga didukung oleh hasil analisis
vegetasi yang menunjukan jenis tersebut
merupakan jenis dominan pada petak E1 dan E2
namun tidak ditemukan pada petak lainnya.
Sedangkan pada petak E3 dan E4 cenderung
memiliki kondisi habitat dengan nilai pH tanah
cenderung sangat asam (pH < 4.5) dan kandungan
nitrogen tinggi dibandingkan petak yang lain. Jenis
dominan pada petak ini didominasi oleh
P. smythiesii. Sementara itu, petak E5 dan E6
cenderung memiliki kandungan nitrogen yang
cukup rendah dan tingkat kemasaman rendah, petak
ini didominasi oleh L. pusillus, Q. argentata, dan
Baccaurea sumatrana.
10
KESIMPULAN
Komposisi jenis di lokasi penelitan Taman
Nasional Kayan Mentarang didominasi oleh
P. smythiesii dan D. oblongifolia dari suku
Dipterocarpaceae. Distribusi jenis-jenis ditentukan
oleh pH tanah, elevasi, dan kandungan nitrogen
tanah. Pohon berukuran kecil melimpah dan
menurun seiring dengan bertambahnya diameter.
Hal ini menunjukkan bahwa lokasi penelitian
menunjukkan kondisi hutan tropis yang memiliki
populasi yang relatif stabil dan regenerasi yang
baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Dana DIPA-Pusat
Penelitian Biologi tahun anggaran 2016 dengan
judul
KSK
Pengukuran
Hilangnya
Keanekaragaman Flora di Indonesia (Bioregion
Kalimantan). Kami ucapkan terimakasih kepada
Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI dan Kepala
Balai Taman Nasional Kayan-Mentarang atas izin
penelitian yang diberikan dan semua pihak atas
kerjasama dan bantuannya sehingga penelitian ini
dapat terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Taman Nasional Kayan Mentarang., 2020.
Taman Nasional Kayan Mentarang | Heart of
Borneo.
https://
kayanmentarangnationalpark.com/
(diakses 14 Januari 2021).
Fachrul, M.F., 2006. Metode Sampling Bioekologi.
Bumi Aksara. Jakarta. pp. 199.
Goncalves, F.M.P., Revermann, R., Gomes, A.L.,
Aidar M.P.M., Finckh, M. and Juergens, N.,
2017. Tree species diversity and composition
of miombo woodlands in South-Central
angola: A chronosequence of forest recovery
after shifting cultivation. International Journal
of Forestry Research Article, pp. 1–14. https://
doi.org/10.1155/2017/6202093.
(diakses 5 Januari 2021)
Haryono., 2002. Studi pendahuluan komunitas ikan
di Perairan Taman Nasional Kayan Mentarang
Kalimantan Timur. Zoo Indonesia, 29, pp.
41–49.
Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan
2019. Environmental and forestry statistics in
2018 (Statistik lingkungan hidup dan
kehutanan tahun 2018). Pusat data dan
informasi
KLHK.
pp.
33.
https://
www.menlhk.go.id/site/download. (diakses 20
Desember 2020)
Kurniawan, A., Undaharta, N.K.E. dan Pendit, I.
M.R., 2008. Asosiasi jenis-jenis pohon
dominan di Hutan Dataran Rendah Cagar
Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara.
Biodiversitas, 9(3), pp. 199–203.
Artikel Penelitian
Bayu et al. – Komposisi Penyusun Hutan di Taman Nasional Kayan Mentarang
Leaman, D.J., Arnason, J.T., Yusuf, R.,
Roemantyo, H.S., Soedjito, H., Angerhofer
C.K. and Pezzuto, J.M., 1995. Malaria
remedies of the Kenyah of the Apo Kayan,
East Kalimantan, Indonesian Borneo: A
quantitative assessment of local consensus as
an indicator of Biological efficacy. Journal of
Ethnopharmacology, 49(1), pp. 1–16.
Lestari, D., Oktavia, G.A.E. dan Asih, N.P.S.,
2017. Eksplorasi dan inventarisasi araceae di
SPTN I Long Bawan, Taman Nasional Kayan
Mentarang, Kalimantan Utara. Prosiding
Seminar Nasional Biodiversitas, Surakarta. 6
(3), pp. 145–152.
Magurran, A.E., 1988. Ecological Diversity and Its
Measurement. Princeton University Press.
New Jersey. pp. 179.
MIL., 2010. Semangat kolaborasi dalam
pengembangan Daerah Penyangga TNKM.
dalam WWF. Pembangunan Berkelanjutan di
Kawasan
Penyangga
TNKM.
(diakses 2 Januari 2021)
Mueller-Dombois, D. and Ellenberg, H., 1974.
Aims and methods of vegetation ecology. John
Wiley and Sons. New York. pp. 547
Oksanen, J., Blanchet, F. G., Friendly, M., Kindt,
R., Legendre, P., McGlinn, D., Minchin, P.R.,
O’Hara, R.B., Simpson, G.L., Solymos, P.,
Stevens, M. H. H., Szoecs, E. and Wagner, H.,
2019. vegan: Community Ecology Package.
The R Project for Statistical Computing.
https://cran.r-project.org/package=vegan
(Diakses 20 Juli 2020)
Ortiz-Burgos, S., 2016. Shannon-Weaver Diversity
Index. dalam: Kennish M.J (eds) Encyclopedia
of Estuaries. Encyclopedia of Earth Science
Series. Springer. Dordrecht. pp. 572−573.
https://doi.org/10.1007/978-94-017-88014_233. (diakses 2 Januari 2021)
Pielou, E. C., 1966. The measurement of diversity
in different types of biological collections.
Journal of Theoretical Biology, 13(C), pp.
131–144. https://doi.org/10.1016/0022-5193
(66)90013-0. (diakses 5 Oktober 2020)
Pratama, B.A., Atikah, T.D., Wardani, W., Apandi,
I.
dan
Sutikno.,
2017.
Hilangnya
keanekaragaman flora endemik di Kalimantan
Utara.
Prosiding
Seminar
Nasional
Biodiversitas dan Ekologi Tropika Ke-4 dan
Kongres Penggalang Taksonomi Tumbuhan
Ke-12, Jurusan Biologi FMIPA-UNAND. pp.
91−104.
Purwaningsih., 2004. Sebaran ekologi jenis-Jenis
Dipterocarpaceae di Indonesia, ecological
distribution of Dipterocarpaceae species in
Indonesia. Biodiversitas, 5(2), pp. 89-95.
https://smujo.id/biodiv/article/view/647
(diakses 29 Juli 2020).
Purwaningsih., 2009. Analisa vegetasi Hutan
Riparian Dataran Rendah di Tepi Sungai
Nggeng, Taman Nasional Kayan Mentarang,
Kalimantan Timur. Berita Biologi, 9(5), pp.
547–559.
https://e-journal.biologi.lipi.go.id/
index.php/berita_biologi/article/view/1992.
(diakses 20 Oktober 2020)
R Core Team., 2020. R: A Language and
Environment for Statistical Computing. R
Foundation for Statistical Computing. https://
www.r-project.org/. (diakses 2 Januari 2020)
Ruchiat, Y., 2001. Penyebab dan dampak
Kebakaran Hutan dan Lahan Studi Kasus:
Tumbang
Titi,
Kabupeten
Ketapang,
Kalimantan Barat. Workshop of Project Plan:
Community
Development
through
Rehabilitation of Imperata Grasslands Using
Trees: A Model Approach Growing Vitex
Pubescens for Charcoal Production in
Kalimantan Indonesia. USAID. pp. 1−8.
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnact626.pdf.
(diakses 11 Desember 2017)
Shannon, C.E., 1948. A mathematical theory of
communication. The Bell System Technical
Journal, 27(3), pp. 379–423. https://
doi.org/10.1002/j.1538-7305.1948.tb01338.x.
diakses 5 Oktober 2020)
Simbolon, H., 2004. Early process of recovery of
peat swamp forest at Kelampangan-Central
Kalimantan after forest fires December 1997
and September 2002. Berita Biologi, 7(3), pp.
145–154.
https://media.neliti.com/media/
publications/67592-ID-none.pdf.
(diakses 19 Oktober 2020)
Sodhi, N.S., Koh, L.P., Clements, R., Wanger,
T.C., Hill, J.K., Hamer, K.C., Clough, Y.,
Tscharntke, T., Posa, M.R.C. and Lee, T. M.,
2010. Conserving Southeast Asian forest
biodiversity in human-modified landscapes.
Biological
Conservation,
143(10),
pp.
2375–2384.
https://doi.org/10.1016/
j.biocon.2009.12.029. (diakses 29 Juni 2020)
Wickham, H., 2016. ggplot2: Elegant Graphics for
Data Analysis. Springer-Verlag. New York.
pp.
221.
https://ggplot2.tidyverse.org.
(diakses 5 Juni 2019)
Wulffraat, S., Tatengkeng, P. and Salo, A., 2005.
Lalut Birai: Ekologi Hutan Hujan Di Jantung
Kalimantan. WWF - Kayan Mentarang
Project. Tarakan. pp. 268.
Yusuf, R., 2005. Analisis vegetasi Hutan
Dipterocarpaceae campuran di Taman
Nasional Kayan Mentarang, Kalimantan
Timur. Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA: A
Scientific Journal, 22(2), pp. 54–66. https://
doi.org/10.20884/1.MIB.2005.22.2.92.
(diakses 29 Juni 2020)
11
Berita Biologi 20(3) - Desember 2021
Lampiran 1. Daftar Jenis dan Hasil Perhitungan Indeks Nilai Penting (List of species and results of importance value index).
No.
12
Suku / Family
1
Dipterocarpaceae
2
Nama Jenis / Species Name
LBD /
Basal
Area
(m²)
Kerapatan /
Density
(Individu/
Ha)
Frekuensi
/ Frequenc
y
INP /
Important
Value
0.3333
35.3444
4.1141
Dipterocarpaceae
Parashorea smythiesii Wyatt-Sm. ex
P.S.Ashton
Dryobalanops oblongifolia Dyer
153.7037
4.7909
107.4074
0.3333
34.2490
3
Fagaceae
Lithocarpus pusillus Soepadmo
1.9031
92.5926
0.6667
20.4350
4
Burseraceae
Dacryodes rugosa (Blume) H.J.Lam
1.3722
55.5556
0.5000
13.7657
5
Fagaceae
Quercus argentata Korth.
0.9256
40.7407
0.6667
10.9259
6
Dipterocarpaceae
Shorea lamellata Foxw.
1.1635
24.0741
0.3333
9.1527
7
Olacaceae
Ochanostachys amentacea Mast.
0.8846
22.2222
0.5000
8.3247
8
Magnoliaceae
Magnolia lilifera Druce
0.4047
35.1852
0.6667
7.9212
9
Primulaceae
Ardisia sanguinolenta Blume
0.1744
38.8889
0.8333
7.8440
10
Sapotaceae
Quassia indica (Gaertn.) Noot.
0.2970
37.0370
0.6667
7.5802
11
Myrtaceae
Syzygium oligomyrum Diels
0.4217
27.7778
0.6667
7.3103
12
Phyllanthaceae
Baccaurea sumatrana (Miq.) Müll.Arg.
0.1946
38.8889
0.5000
6.5891
13
Cannabaceae
Gironniera nervosa Planch.
0.4726
18.5185
0.5000
6.0123
14
Clusiaceae
Garcinia bancana Miq.
0.0758
14.8148
0.6667
4.4484
15
Sapotaceae
Palaquium gutta (Hook.) Baill.
0.2372
11.1111
0.5000
4.1972
16
Fagaceae
Lithocarpus ruminatus Soepadmo
0.1020
9.2593
0.6667
4.0546
17
Euphorbiaceae
Neoscortechinia philippinensis (Merr.) Welzen
0.1520
12.9630
0.5000
3.9637
18
Sapindaceae
Nephelium palaceum L. var. palens Leenh
0.0721
24.0741
0.3333
3.9443
19
Myrtaceae
Syzygium lineatum (DC.) Merr. and L.M.Perry
0.0953
14.8148
0.5000
3.8657
20
Phyllanthaceae
Baccaurea javanica (Blume) Müll.Arg.
0.0882
14.8148
0.5000
3.8320
21
Phyllanthaceae
Baccaurea sp.
0.0356
7.4074
0.6667
3.5645
22
Anacardiaceae
Gluta wallichii (Hook.f.) Ding Hou
0.4899
3.7037
0.1667
3.3598
23
Sapotaceae
Eurycoma longifolia Jack
0.0215
12.9630
0.5000
3.3406
24
Moraceae
Sloetia elongata Koord.
0.1122
14.8148
0.3333
3.2707
25
Rubiaceae
Neonauclea excelsa (Blume) Merr.
0.0378
14.8148
0.3333
2.9160
26
Salicaceae
Homalium cf. foetidum Benth.
0.3164
7.4074
0.1667
2.8776
27
Dipterocarpaceae
Shorea sp.
0.3614
3.7037
0.1667
2.7465
28
Myrtaceae
0.1711
5.5556
0.3333
2.6868
29
Moraceae
Syzygium bankense (Hassk.) Merr. and
L.M.Perry
Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume
0.0283
11.1111
0.3333
2.5243
30
Euphorbiaceae
0.1365
5.5556
0.3333
2.5216
31
Euphorbiaceae
0.0685
5.5556
0.3333
2.1974
Macaranga gigantea (Rchb.f. and Zoll.)
Müll.Arg.
Macaranga bancana (Miq.) Müll.Arg.
32
Lecythidaceae
Barringtonia macrostachya (Jack) Kurz
0.0941
3.7037
0.3333
2.1462
33
Fagaceae
Lithocarpus sundaicus (Blume) Rehder
0.0695
3.7037
0.3333
2.0291
34
Annonaceae
0.0273
12.9630
0.1667
2.0171
35
Lauraceae
Phaeanthus ophthalmicus (Roxb. ex G.Don)
J.Sinclair
Dehaasia brachybotrys (Merr.) Kosterm.
0.1353
7.4074
0.1667
2.0134
36
Anacardiaceae
Koordersiodendron pinnatum Merr.
0.0267
5.5556
0.3333
1.9976
37
Unidentifed 1
Unidentified specimens 1
0.0130
5.5556
0.3333
1.9325
38
Lecythidaceae
Barringtonia lanceolata (Ridl.) Payens
0.0457
11.1111
0.1667
1.9318
Artikel Penelitian
Bayu et al. – Komposisi Penyusun Hutan di Taman Nasional Kayan Mentarang
39
Phyllanthaceae
Aporosa nitida Merr.
0.0173
3.7037
0.3333
1.7798
40
Phyllanthaceae
Baccaurea tetrandra (Baill.) Müll.Arg.
0.0146
3.7037
0.3333
1.7672
41
Putranjivaceae
Drypetes longifolia (Blume) Pax and K.Hoffm.
0.0599
5.5556
0.1667
1.4808
42
Lauraceae
Beilschmiedia sp.
0.0963
1.8519
0.1667
1.3082
43
Euphorbiaceae
Macaranga sp.
0.0179
5.5556
0.1667
1.2801
44
Polygalaceae
Xanthophyllum cf. obscurum A.W.Benn.
0.0877
1.8519
0.1667
1.2674
45
Malvaceae
Sterculia rubiginosa Vent.
0.0391
3.7037
0.1667
1.2082
46
Lauraceae
Cryptocarya cf. teysmanniana Miq.
0.0358
3.7037
0.1667
1.1927
47
Sapotaceae
Madhuca sepilokensis P.Royen
0.0229
3.7037
0.1667
1.1311
48
Fagaceae
Castanopsis motleyana King
0.0227
3.7037
0.1667
1.1299
49
Lauraceae
Actinodaphne sp.
0.0223
3.7037
0.1667
1.1281
50
Sapotaceae
Palaquium sp.
0.0220
3.7037
0.1667
1.1268
51
Annonaceae
0.0204
3.7037
0.1667
1.1189
52
Phyllanthaceae
Xylopia fusca Maingay ex Hook.f. and
Thomson
Aporosa sp.
0.0188
3.7037
0.1667
1.1113
53
Meliaceae
Aglaia sp.
0.0164
3.7037
0.1667
1.0998
54
Magnoliaceae
Magnolia sp.
0.0125
3.7037
0.1667
1.0813
55
Rubiaceae
Praravinia polymera Bremek.
0.0121
3.7037
0.1667
1.0793
56
Rutaceae
Melicope accedens (Blume) T.G. Hartley
0.0105
3.7037
0.1667
1.0717
57
Elaeocarpaceae
Elaeocarpus sp.
0.0104
3.7037
0.1667
1.0714
58
Tetramelaceae
Octomeles sumatrana Miq.
0.0100
3.7037
0.1667
1.0693
59
Annonaceae
Xylopia malayana Hook.f. and Thomson
0.0076
3.7037
0.1667
1.0581
60
61
Proteaceae
Rubiaceae
Helicia serrata Blume
Uncaria canescens Korth.
0.0057
0.0363
3.7037
1.8519
0.1667
0.1667
1.0491
1.0217
62
Moraceae
Ficus sp.
0.0336
1.8519
0.1667
1.0091
63
Rubiaceae
Gardenia tubifera Wall. ex Roxb.
0.0223
1.8519
0.1667
0.9550
64
Lauraceae
Ocotea lancifolia (Schott) Mez
0.0212
1.8519
0.1667
0.9498
65
Leguminosae
Archidendron clypearia (Jack) I.C.Nielsen
0.0140
1.8519
0.1667
0.9154
66
Lauraceae
Litsea cf. resinosa Blume.
0.0137
1.8519
0.1667
0.9141
67
Phyllanthaceae
Antidesma montanum Blume
0.0104
1.8519
0.1667
0.8982
68
Myrtaceae
Syzygium sp.
0.0099
1.8519
0.1667
0.8957
69
Primulaceae
Ardisia macrophylla Reinw. ex Blume
0.0046
1.8519
0.1667
0.8706
70
Oleaceae
Chionanthus polygamus (Roxb.) Kiew
0.0046
1.8519
0.1667
0.8706
71
Salicaceae
Flacourtia rukam Zoll. & Moritzi
0.0045
1.8519
0.1667
0.8704
72
Euphorbiaceae
Omalanthus sp.
0.0039
1.8519
0.1667
0.8671
73
Fagaceae
Lithocarpus sp.
0.0037
1.8519
0.1667
0.8664
74
Rubiaceae
Uncaria longiflora (Poir.) Merr.
0.0035
1.8519
0.1667
0.8656
75
Malvaceae
Pterospermum stapfianum Ridl.
0.0035
1.8519
0.1667
0.8654
76
Urticaceae
Laportea sp.
0.0032
1.8519
0.1667
0.8639
77
Ericaceae
Phalerocarpus sp.
0.0032
1.8519
0.1667
0.8639
78
Malvaceae
0.0029
1.8519
0.1667
0.8627
79
Lauraceae
Lansium parasiticum (Osbeck) K.C.Sahni and
Bennet
Litsea sp.
0.0029
1.8519
0.1667
0.8625
80
Rubiaceae
Saprosma arboreum Blume
0.0029
1.8519
0.1667
0.8624
81
Ebenaceae
Diospyros cf. subrhomboidea King and
Gamble
0.0026
1.8519
0.1667
0.8611
13
Berita Biologi 20(3) - Desember 2021
82
14
Phyllanthaceae
Aporosa nervosa Hook.f.
0.0026
1.8519
0.1667
0.8610
83
Dilleniaceae
Dillenia excelsa (Jack) Martelli ex Gilg.
0.0026
1.8519
0.1667
0.8610
84
Apocynaceae
Alstonia angustiloba Miq.
0.0021
1.8519
0.1667
0.8587
85
Phyllanthaceae
Aporosa subcaudata Merr.
0.0020
1.8519
0.1667
0.8582
86
Unidentifed 2
Unidentified specimens 2
0.0232
5.5556
0.1667
1.3056